DISKUSI ILMIAH DI PERPUSTAKAAN UGM; Catatan Jazimatul Husna
Pada Rabu, 5 Oktober 2011, saya mewakili Perpustakaan UPN Veteran Yogyakarta mengikuti Diskusi Ilmiah ttg Kepustakawanan yang diselenggarakan oleh
Forum Perpustakaan UGM dan IPI cabang DIY. Diskusi ilmiah yang
menghadirkan Bp. Blasius Sudarsono seorang pemerhati kepustakawanan
Indonesia yang juga pustakawan di PDII-LIPI. Hasil dari diskusi ilmiah
itu, akan coba kami rangkum disini.
KEPUSTAKAWANAN
Kepustakawanan adalah sesuatu
yang menumbuhkan sekaligus menjadi hasil(tujuan) kesempurnaan
pustakawan. Atau bisa juga dikatakan kepustakawanan adalah sangkan
paraning pustakawan. Pustakawan dan kepustakawanan adalah dua yang
menyatu dan saling menguatkan. Seperti pribadi yang berkembang menjadi
kepribadian, maka pustakawan juga berkembang menjadi kepustakawanan,
sehingga kepustakawanan menjadi keutamaan seorang pustakawan.
Bagaimana memperoleh benih kepustakawanan?
Pustakawan
berperan dalam mengembangkan benih kepustakawanan yang dimilikinya
sehingga menjadi kesempurnaan. Benih kepustakawanan yaitu 1)panggilan
hidup, 2)semangat hidup, 3)pelayanan dan 4)kegiatan profesional. Untuk
benih ke-3 dan ke-4 sudah sering dibicarakan dan dilaksanakan dalam
setiap tugas rutin sebagai pustakawan. Benih 1 dan 2 amat sangat jarang
dibicarakan, padahal boleh jadi kedua hal itu adalah sisi lain dari ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang perpustakaan. Bagaimana
mengembangkan kedua hal tersebut? kuncinya adalah kemauan.
kemauan adalah awal dari suatu tindakan. Kemauan erat kaitannya dengan
semangat. Benih unggul kepustakawanan memiliki karakter asketis yaitu:
jujur, sederhana, dan rendah hati. Inilah keutamaan seorang pustakawan.
Dengan bekal ini pustakawan dengan sadar, rela dan senang hati melakukan
pelayanan. Konsep pelayanan adalah menempatkan diri satu tingkat lebih
rendah dari yang dilayani, namun tanpa kehilangan harga diri. Apabila
pustakawan telah mengenal jatidirinya sebagai pustakawan maka ia
memperoleh keutamaan. Sehubungan mencari jatidiri pustakawan maka timbul
pertanyaan, "akan menjadi manusia pustakawan seperti apakah aku ini?" Bila pertanyaan itu telah terjawab maka pustakawan juga tahu benar kewajiban apa saja yang mengikutinya.
Jadilah seperti garam.
Apakah perpustakaan juga dicari jika tutup?
Apakah pustakawan juga dicari saat tidak hadir?
Jelas
tidak akan dicari apabila perpustakaan / pustakawan tidak memberi rasa
pada masyarakat lingkungannya. Sebagai garam jika sudah hilang rasa
asinnya tentu tidak berguna dan akan dibuang. Kepustakawanan ibarat
keberadaan garam yang mengada. Meski lenyap dan tidak terlihat karena
menyatu dengan masakan, namun ia memberi rasa pada masakan. Jika hambar
ia pasti dicari. Bahagia rasanya bila keberadaan kita sebagai pustakawan
selalu dicari dan dinantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar